Matchadreamy

Melihat Lebih Dekat Masjid Nabawi di Kota Madinah

Fitri Apriyani
Fitri Apriyani
Flashback kunjungan ke Masjid Nabawi di kota Madinah. Melihat kembali setiap sudut yang akan selalu dirindukan.

Flashback hari ketiga kunjungan saya dan suami di kota Madinah Al-Munawarroh pada beberapa bulan yang lalu. Pada siang harinya, kami sudah dijadwalkan meninggalkan Madinah dan bertolak ke Mekkah dengan menggunakan kereta api Haramain Express.

Perasaan sedih tentu langsung menyergap perasaan saya. Bangun untuk salat subuh di hari terakhir, waktu itu rasanya saya belum siap meninggalkan kota tempat Rasulullah SAW wafat itu.

Menyadari bahwa ini merupakan kesempatan terakhir saya salat di Masjid Nabawi, saya berencana menghabiskan waktu agak lama di sana.

Saya pun mempersilakan suami untuk balik lebih dulu ke hotel tanpa harus menunggu di tempat kami biasa janjian.

Saya juga bilang ingin mengambil foto di beberapa spot Masjid Nabawi sebagai kenang-kenangan, dan tentunya, untuk menjadi bahan tulisan di blog.

Jika mungkin kamu hanya mengetahui bangunan Masjid Nabawi dari luar (yang memang terlihat sangat besar dan megah), pada tulisan ini saya akan mengajak kamu melihat lebih dekat beberapa bagian dari Masjid Nabawi.

Arsitektur yang Megah

Pertama kali saya melihat indahnya bangunan Masjid Nabawi justru saat hendak salat subuh. Waktu itu sebenarnya kami tiba di Madinah saat waktu dzuhur, namun saya dan suami lebih memilih beristirahat dulu di hotel karena masih mengalami jetlag.

Meski masih dini hari, Masjid Nabawi tampak indah berkilau dari kejauhan saat kami sudah memasuki pelatarannya.

Saya langsung terkesima melihat langsung betapa megah masjid di mana Rasulullah SAW dan para sahabat salat dan melakukan aktivitas ini. Begitu besar, indah, dan gagah.

Saya seperti tidak percaya dengan penglihatan mata saya sendiri, like Masya Allah here I am! Seketika saya dipenuhi rasa syukur dan haru.

Tentu saja saya tidak sempat memfoto Masjid Nabawi pada saat subuh hari tersebut.

Masjid Nabawi di siang hari yang terik

Memasuki bangunan inti Masjid Nabawi, saya kembali dibuat takjub oleh arsitektur bangunan yang sangat menawan dengan pilar-pilar putih bercorak garis hijau dan putih.

Bentuk kaki pilar yang besar dan kokoh seringkali dijadikan sandaran bagi jamaah yang sekedar ingin bersantai atau sambil membaca Alquran.

Lampu-lampu menggantung di langit-langit bangunan yang menjulang tinggi menambah kecantikan bagian dalam masjid ini.

Karpet di Masjid Nabawi berwarna hijau dengan corak indah yang sangat khas. Saking nyamannya karpet ini, beberapa orang tampak berbaring untuk beristirahat.

Pada waktu tertentu juga ada majelis ilmu yang diadakan di dalam masjid, yaitu satu ustadzah yang mengajarkan ilmu agama kepada beberapa murid. Kajian tersebut menggunakan Bahasa Arab.

Memiliki Banyak Pintu Masuk

Tahukah kamu bahwa Masjid Nabawi memiliki 69 pintu masuk? Kebayang kan bagaimana besar dan luasnya masjid ini.

pintu masjid nabawi

Banyaknya jumlah pintu tersebut sekaligus menjadi PR tersendiri untuk para jemaah–terutama para lansia–agar jangan sampai tersasar karena lupa di pintu nomor berapa ia masuk.

Sebab kalau lupa atau salah keluar pintu, bisa berpotensi kesulitan menemukan jalan pulang kembali ke hotel tempat menginap.

Nah supaya tidak nyasar, pada awalnya saya dan suami selalu janjian untuk bertemu di titik tertentu setelah salat di Masjid Nabawi.

Suami menunggu untuk kembali ke hotel bersama

Saya sendiri punya pengalaman lucu sekaligus melelahkan saat selesai berbelanja di Bin Dawood (semacam mall di Madinah), ndlalah entah kenapa kami bisa tiba di pintu nomor sekian–yang berbeda dengan nomor pintu terdekat dengan hotel.

Karena sudah masuk waktu salat, kami segera bergegas masuk masjid untuk salat tanpa sempat memikirkan nomor pintu yang berbeda.

Namun setelah selesai dan hendak kembali, kami sangat kewalahan sebab ternyata letak pintu yang kami masuki tadi sangat jauh lokasinya dari hotel.

Alhasil, kami tiba di hotel dalam keadaan sangat lelah. Bahkan saya dan beberapa teman yang lain jadi melewatkan jadwal kunjungan ke makam Baqi pada malam harinya.

Air Zamzam Tersedia untuk Melepas Dahaga

Baru beberapa langkah masuk ke dalam Masjid Nabawi, kita sudah disambut oleh susunan galon air zamzam yang ada di sisi kiri dan kanan jalan masuk.

Tidak hanya di Masjidil Haram, Mekkah, ternyata air zamzam juga tersedia di Masjid Nabawi, Madinah.

Setiap jamaah bisa dengan bebas meminum sepuasnya melalui cangkir plastik yang telah disediakan. Yang penting harus tertib, tidak berlebihan, dan membuang bekas cangkir di wadah yang telah disiapkan (di sebelah kiri galon).

Jamaah juga bisa memilih air zamzam dingin atau biasa (not cold). Saya biasanya lebih memilih air zamzam dingin untuk mengimbangi suhu di Madinah yang sangat panas.

Tidak lupa, saya juga selalu mengisi botol air minum yang saya bawa dengan air zamzam sebagai persediaan untuk diminum saat di hotel.

Baca Juga: Pengalaman Umroh Pertama, Ini 15 Perlengkapan yang Wajib Dibawa

Alquran di Setiap Sudut

Pada setiap bagian bawah pilar-pilar Masjid Nabawi terdapat susunan Alquran yang dapat dibaca oleh para jamaah.

Sudah menjadi pemandangan yang lumrah melihat beberapa jamaah bersandar pada kaki tiang sambil membaca Alquran selepas atau sebelum salat berjamaah.

Pada pilar ini juga ada semacam lubang ventilasi yang sebenarnya AC di Masjid Nabawi.

Kubah yang Bisa Dibuka dan Ditutup

Sesaat setelah salat dzuhur berjamaah, saya agak kaget ketika tiba-tiba muncul cahaya terang dari langit-langit masjid.

Ternyata itu adalah kubah masjid Nabawi yang bergerak terbuka sehingga cahaya matahari bisa masuk.

Kondisi masjid seketika menjadi terang benderang, dan malah tampak seperti berada di luar masjid. Meski demikian, udara dingin dari AC masih sangat terasa.

Kubah masjid terbuka hanya untuk beberapa saat—mungkin tidak sampai 10 menit—untuk kemudian kembali menutup seperti sedia kala.

Area untuk Para Lansia atau Penyandang Disabilitas

Di bagian paling belakang masjid saya menemukan beberapa jamaah dengan kursi roda. Saya tidak yakin apakah mereka merupakan murni lansia atau juga penyandang disabilitas.

Namun, saya kagum saat melihat penjaga masjid sigap membantu jamaah yang datang dengan kursi roda. Dengan kata lain, Masjid Nabawi memang peduli dengan jamaah yang memiliki keterbatasan fisik.

Raudhah, Taman Surga Para Sahabat

Subuh hari pertama, saya dan jamaah perempuan dijadwalkan mengunjungi Raudhah.

Raudhah merupakan suatu tempat di Masjid Nabawi yang berada di antara makam Nabi Muhammad SAW dan mimbar tempat beliau SAW melakukan khotbah.

Tempat ini juga selalu digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat untuk berkumpul melakukan banyak kegiatan mulai dari salat, dakwah, musyawarah, dan lain sebagainya.

Bagian di dalam raudhah disekat antara area untuk jamaah pria dan wanita. Makam dan mimbar Rasulullah SAW berada di area pria. Jamaah wanita hanya bisa melihat dari luar sekat.

Raudhah termasuk tempat mustajab untuk berdoa.

Karena kunjungan raudhah dibatasi hanya sekitar 10 menit per rombongan, maka saat berada di sana, saya ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, dan tidak sempat memfoto demi mengabadikan tempat tersebut.

Syukurlah setelahnya, kami masih sempat berfoto bersama di tempat yang tidak jauh dari raudhah.

Payung-payung Raksasa

Kamu tentu hafal dengan payung besar iconic di Masjid Nabawi. Payung-payung raksasan nan indah ini berjejer rapi di pelataran Masjid Nabawi.

Mengingat luasnya masjid ini, payung di Masjid Nabawi Madinah Al Munawaroh ada lebih dari 200 unit. Setiap payung memiliki lebar 25 m dan tingginya 20 m.

Fungsi payung ini adalah untuk menghalangi udara panas, sehingga jamaah yang ingin beribadah atau sekedar menghabiskan waktu di pelataran Masjid Nabawi tetap merasa nyaman.

Payung-payung ini dapat terbuka dan menutup secara perlahan pada waktu yang telah ditentukan. Biasanya dibuka setiap Subuh dan tutup menjelang adzan Maghrib.

Butuh waktu sekitar 3 menit agar payung-payung ini bisa terbuka secara sempurna. Proses terbukanya payung pun berjalan mulus tanpa suara.

Tempat Penitipan Alas Kaki

Terakhir, ada rak penitipan alas kaki bagi para jamaah. Tidak ada kupon atau petugas yang mengawasi, namun tentu saja kita tidak perlu takut kehilangan sendal di kota suci ini.

Pun demikian, saya pribadi lebih memilih membawa plastik bersih untuk menyimpan alas kaki, dan membawa serta ke dalam masjid.

tempat penyimpanan alas kaki di masjid nabawi

Penutup

Melihat kembali foto-foto Masjid Nabawi membuat saya merindukan suasana khusyuk dan ketenangan selama berada di sana.

Saya sungguh sangat berharap bisa diberi kesempatan lagi oleh Allah untuk berkunjung ke sana. Aamiin.

About The Author

Fitri Apriyani

You may also like