Matchadreamy

Cerita Perjalanan ke Pulau Seribu dari Muara Angke, Jakarta Utara

Fitri Apriyani
Fitri Apriyani
Ikuti cerita perjalanan kami berwisata ke Pulau Seribu melalui Pelabuhan Muara Angke yangs seru tapi juga mengecewakan. Loh kok bisa?

Cara Wisata ke Pulau Seribu dari Muara Angke, Jakarta Utara

Traveling time! Setelah sebelumnya saya dan suami berlibur menikmati sejuk dan dinginnya udara di sepanjang jalur trekking menuju Curug Cibereum di kaki Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, kali ini kami mengganti suasana dengan liburan ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta untuk menikmati suasana laut dan pantai.

Suami tertarik liburan ke Pulau Seribu karena sebelumnya pernah sekilas melihat video tentang wisata di salah satu pulau, dan dia tidak percaya kalau wisata semenarik itu masih berada di area Provinsi DKI Jakarta.

Alasan lain, karena waktu cuti suami yang (lagi-lagi) terbatas, sehingga tidak bisa liburan jauh-jauh keluar kota. Yang penting bisa liburan dengan menyenangkan dalam waktu singkat.

Jadi, liburan ke Pulau Seribu menjadi pilihan yang tepat buat kami berdua.

Ikuti perjalanan kami selengkapnya ya!

Cara ke Pulau Seribu dari Muara Angke

pelabuhan muara angke jakarta

Bangunan Pelabuhan Muara Angke dilihat dari area parkir di depannya

Wisatawan yang ingin ke Pulau Seribu, bisa menyebrang menggunakan kapal dari Pelabuhan Kali Adem di Muara Angke, Jakarta Utara.

Ada dua pilihan kapal yang dipilih, yaitu kapal tradisional dan kapal dari Dishub (Dinas Perhubungan).

Seperti namanya, kapal tradisional adalah berupa kapal yang terbuat dari kayu, yang biasa digunakan oleh warga Kepulauan Seribu untuk bolak-balik menyebrang ke Kota Jakarta.

Tidak hanya penumpang, di dalam kapal ini juga mengangkut muatan logistik seperti sayur dan buah-buahan, serta komoditas lain yang biasanya dibeli di Kota Jakarta untuk dijual atau didistribusikan di Kepuluan Seribu.

Sedangkan kapal Dishub merupakan kapal yang lebih modern dan nyaman, walaupun secara ukuran lebih kecil daripada kapal tradisional.

Waktu itu, kami berharap dan mengira bisa naik kapal Dishub untuk menyebrang ke Pulau Harapan.

Sayangnya, bedasarkan keterangan petugas pelabuhan saat itu, kapal Dishub tidak beroperasi pada hari itu, entah apa alasannya.

Mungkin karena saat weekday tidak banyak wisatawan yang menyebrang, jadi kapal Dishub libur beroperasi.

Saya sempat sangat kecewa, karena kenyataan tidak sesuai harapan. Tapi mau gimana lagi, toh kami tidak mungkin balik pulang ke Jakarta hanya gara-gara kapal.

Alhasil, kami langsung menuju booth loket pembelian tiket kapal yang ditunjuk petugas tadi.

Cara Membeli Tiket Kapal ke Pulau Seribu

Setelah tiba di loket pembelian tiket kapal tradisional, kami diminta untuk melakukan pembelian secara online melalui website. Berikut caranya:

  1. Kunjungi website https://www.tiketkapaltradisional.com/ kemudian daftar
  2. Pilih tanggal keberangkatan dan pulau yang dituju. Waktu itu kami memilih Pulau Harapan.
  3. Pilih nama kapal. Pada bagian ini silakan tanya ke petugas loketnya tentang kapal yang standby di dermaga saat itu. Waktu itu kami diinstruksikan memilih kapal KM Merpati Express.
  4. Lakukan step pembayaran. Setelah payment berhasil, nantinya akan mendapatkan QR Code booking untuk ditunjukkan kepada petugas pelabuhan saat melakukan check-in.
  5. Selesai

Harga tiket kapal tradisional ke Pulau Harapan adalah Rp 86.000/orang. Menurut saya cukup mahal daripada tiket kapal Dishub yang hanya Rp 28.ooo.

Dari video travel vlogger yang saya tonton, saat weekend banyak wisatawan yang antri dari subuh untuk dapat tiket kapal Dishub.

Gak heran sih, karena ternyata harga tiketnya jauh lebih murah.

Check-in di Pelabuhan

rute ke pulau seribu dari jakarta

Bagian teras pelabuhan

Penumpang yang sudah punya tiket, bisa langsung melakukan check-in dengan men-scan QR Code tiket yang sudah dibeli ke petugas di pintu masuk.

Sebab sudah lama gak mudik ke Lampung, dan kurang tahu tentang perkembangan layanan di pelabuhan, saya agak amaze dengan prosedur yang lumayan modern ini.

Selanjutnya kami langsung masuk ke area utama pelabuhan untuk menuju ke kapal.

Kesan Pertama Pelabuhan Kaliadem, Muara Angke

Saat memasuki Pelabuhan Kaliadem, saya terkagum dengan vibes-nya yang seperti berada di bandara.

Bangunan ini dikelilingi dengan dinding kaca transparan, sehingga kami yang berada di dalam dapat melihat keadaan di luar ruangan.

Ruangannya juga bersih, sejuk, dan jalur untuk penumpang menuju dermaga tidak ruwet.

Saat itu kondisi pelabuhan sangat sepi, hanya kami berdua yang hendak naik ke kapal. Maklum, saat itu hari Jumat. Sepertinya wisatawan baru akan ramai pada keesokan harinya.

Jadi, kami bisa berjalan agak santai sambil foto-foto.

pelabuhan kali adem muara angke

Setelah berjalan sebentar, kami tiba di sebuah ruang tunggu. Di sini terdapat kursi-kursi untuk penumpang yang sedang menunggu kapal.

pelabuhan muara angke

Gak nyangka kalau di ini pelabuhan

Nah, benar-benar seperti di dalam bandara kan?

Mungkin saat weekend ruang tunggu ini akan dipenuhi oleh wisatawan.

Naik Kapal Tradisional ke Pulau Seribu

Saat keluar dari bangunan utama pelabuhan, kami sudah mulai mencium bau amis air laut, yang mungkin juga berasal dari komoditas yang diangkut ke kapal.

Di area ini masih dalam tahap pembangunan, terlihat dari jalur yang kami lintasi belum tertutup keramik, dan masih ada beberapa kuli bangunan yang tampak sibuk mengerjakan ini itu.

Kami juga sempat berpapasan dengan orang yang membawa bundel barang yang lumayan besar untuk diangkut ke kapal.

Di dermaga, tampak beberapa kapal tradisional yang merapat dan menunggu penumpang. Salah satunya KM Merpati Express, kapal yang akan kami tumpangi untuk ke Pulau Harapan.

cara ke pulau seribu

KM Merpati Express yang akan kami tumpangi ada di paling kanan

Saat akan naik ke kapal, awalnya kami mau naik dari bagian haluan kapal, tapi karena melihat banyaknya barang yang diangkut melalui haluan, kami jadi lebih memilih naik dari bagian pintu tengah kapal.

Sayangnya tidak ada jembatan yang menghubungkan dermaga dan kapal guna memudahkan penumpang yang akan naik, sehingga kami harus agak meloncat untuk sampai ke atas kapal.

Agak ngeri juga untuk saya yang berkaki pendek dan mengenakan rok panjang. Namun, alhamdulillah dengan bantuan suami dan petugas, saya berhasil melompat ke atas kapal.

Saya tidak bisa membayangkan jika ada perempuan hamil atau paruh baya yang harus melompat seperti saya.

Saya harap masalah ini bisa menjadi perhatian pihak yang berwenang.

Bagian dalam kapal tradisional

Bagian dalam kapal terdiri dari bangku-bangku penumpang yang tampak tua, kotor, dan tidak terawat.

Saya awalnya agak enggan saat memilih tempat duduk di sana, sebab di kanan-kiri banyak barang bawaan penumpang lain seperti sayuran, buah-buahan, dan komoditas lain.

Namun, setelah tahu kalau masih ada space di bagian atas kapal, saya langsung mengajak suami pindah ke geladak atas.

Di bagian atas kapal ini, ada dua bagian; ruang dalam dan teras.

cara ke pulau seribu sendiri

Bagian dalam

berapa biaya ke pulau seribu

Bagian teras

Keduanya sama-sama diperuntukkan bagi penumpang yang ingin duduk lesehan atau bahkan tiduran.

Saya dan suami lebih memilih duduk di teras dengan pemandangan langsung ke laut lepas.

Kami duduk lesehan di sana bersama dengan beberapa penumpang lain.

Misal turun hujan, meski pun beratap, sebetulnya kami dan penumpang lain terancam kebasahan terkena tampias air hujan jika duduk di teras tersebut.

Bersyukur, saat itu tidak turun hujan. Cuaca hari itu justru sangat cerah sepanjang perjalanan.

Pelampung yang terabaikan

Meski tradisional, kapal yang kami tumpangi menyediakan pelampung untuk tiap penumpang.

Sayangnya, ada beberapa di antara pelampung tersebut yang tidak layak karena sering dijadikan bantal untuk tidur oleh penumpang.

Saya kurang paham apakah pelampun tersebut harus dipakai oleh semua penumpang, atau hanya dalam keadaan darurat.

Saya pun awalnya enggan memakai, tapi karena udara dari laut sangat kencang dan terasa mengena ke tubuh, saya memutuskan memakainya dengan tujuan agar tidak gampang kembung oleh angin.

Saya juga sengaja memakai kacamata hitam untuk menahan terik matahari yang menyengat.

cara ke pulau seribu pulang pergi

Pakai pelampung biar gak kembung, hehe.

Oiya, pangkalan kapal tradisional dan kapal Dishub itu berbeda, tapi tidak terlalu jauh.

Jadi dari atas kapal ini, kami bisa melihat unit-unit kapal Dishub yang terparkir tidak jauh dari sana.

cara mudah ke pulau seribu

Bye kapal Dishub, semoga next time bisa mengantarkanku ke Pulau Seribu.

Jam karet

Bagian paling menyebalkan dalam perjalanan ini adalah jam keberangkatan yang tidak tepat waktu, alias jam karet.

Pada tiket kapal menunjukkan kapal akan berangkat pukul 08.00, tapi yang sebenarnya terjadi kapal baru benar-benar berangkat pukul 10.00.

Saya sempat bete sepanjang menunggu kapal berangkat, sambil mengeluh, “Bagaimana Indonesia mau maju, kalau sering jam karet begini?!”

Untungnya suami bisa sabar-sabarinn saya, hehe.

Perjalanan Jauh Menuju Pulau Harapan, Kepulauan Seribu

Saat kapal perlahan meninggalkan dermaga, kami menikmati memandangi gedung-gedung tinggi di Kota Jakarta dari kejauhan. Gedung-gedung tinggi tampak terkena sinar matahari yang ada di belakang kami.

berapa biaya ke pulau seribu

Kapal-kapal lain yang terparkir di sekitar dermaga

Tidak lama kami melewati Pulau Bidadari, yang ternyata letaknya lumayan dekat dari dermaga.

Kami juga sangat enjoy melihat birunya laut lepas sejauh mata memandang.

Ada burung camar yang terbang ke sana kemari dan beberapa kali mendarat singkat di atas permukaan laut.

Di kejauhan tampak beberapa kapal tradisional seperti kami dengan rute berbeda, dan beberapa kapal yang lebih besar.

Awalnya kami sangat menikmati itu semua, namun setelah lewat satu jam, kami mulai merasa bosan dan mengantuk.

Saya akhirnya turut merebahkan diri seperti penumpang yang lain.

Tepat di sebelah saya suami, lalu di sebelahnya seorang bapak-bapak yang sudah tertidur pulas daritadi, begitu seterusnya.  Kami seperti deretan ikan yang berjejer.

Satu jam setelahnya, kami mengira perjalanan sudah berakhir, tapi ternyata belum!

Kami masih berada di tengah lautan lepas. Belum ada tanda-tanda pulau tempat berlabuh.

Kali ini suami yang mulai komplain menyadari perjalanan memakan waktu lebih lama daripada yang kami kira. “Jauh banget sih! Kapan sampainya kita?”

Setelah cek di Google Maps, ternyata letak Pulau Harapan ini memang jauh banget dong. Letaknya cukup ujung di antara kepulauan seribu yang lain.

Bahkan saat ditinjau dari kilometernya, letaknya lebih jauh daripada jarak Pelabuhan Merak-Bakauheni, Lampung.

Waduh, pantas saja perjalanannya lebih lama daripada saat saya mudik ke Lampung, hahaha.

Berlabuh di Pulau Kelapa

Loh kok Pulau Kelapa?

Yes, jadi Pulau Harapan tujuan kami merupakan pulau kecil yang terhubung dengan Pulau Kelapa letak pelabuhan ini.

Saya sendiri sempat panik saat melihat plang bertuliskan “Pulau Kelapa”, mengira kami telah salah jurusan naik kapal.

Kalau salah naik angkot masih bisa pindah angkot, tapi kalau salah naik kapal, bisa berabe kan?

Beruntung ada seorang warga lokal yang memberitahu tentang Pulau Kelapa dan Pulau Harapan yang sebenarnya terhubung.

Di pelabuhan ini, kami segera dijemput oleh pemilik penginapan dengan menggunakan sepeda motor, untuk kemudian menuju ke Pulau Harapan, tujuan kami sebenarnya.

Info Tambahan

Kami ke Pelabuhan Muara Angke dengan sepeda motor dan diparkir inap di area parkir resmi di sana.

Berikut tarif parkirnya:

Motor : Rp2.000/jam dan Rp25.000/hari

Mobil : Rp4.000/jam dan Rp45.000/hari

Penutup

Nah, itu tadi cara ke Pulau Seribu dari Jakarta melalui Pelabuhan Kaliadem, Muara Angke, Jakarta Utara.

Biaya ke Pulau Seribu dengan menggunakan kapal tradisional ini cukup mahal buatku.

Buat kamu yang ingin ke Pulau Seribu, sebaiknya berangkat saat weekend agar bisa naik kapal Dishub. Namun, berangkatnya harus sedini mungkin agar tidak kehabisan tiket.

Kami sendiri next time mau mencoba berlibur ke Pulau Seribu saat weekend dengan tujuan pulau yang berbeda.

Nantikan tulisan saya saat liburan di Pulau Harapan ya! 🙂

About The Author

Fitri Apriyani

You may also like