Matchadreamy

Mengunjungi 5 Tempat Wisata Sumatera Barat dalam Sehari

Fitri Apriyani
Fitri Apriyani
Sumatera Barat, yang juga merupakan kampung halaman kedua orang tua, memiliki banyak wisata alam yang menarik untuk dikunjungi. Wisata di Sumatera Barat juga punya daya tarik sendiri loh, gak kalah dari tempat wisata di daerah lain.

Sumatera Barat, yang juga merupakan kampung halaman kedua orang tua, memiliki banyak wisata alam yang menarik untuk dikunjungi. Wisata di Sumatera Barat juga punya daya tarik sendiri loh, gak kalah dari tempat wisata di daerah lain.

Pada tahun 2018 lalu, saat masih lajang tentunya, saya dan keluarga mengunjungi 5 wisata di Sumatera Barat sekaligus dalam sehari. Wow, maksa ya? Hehe.

Harap dimaklumi, karena kami tipe yang selalu memanfaatkan momen semaksimal mungkin. Ibaratnya, mumpung lagi di Sumatera Barat, ayoklah kita kunjungin semua tempat wisata di sini!

Apalagi saat itu kami mengeluarkan budget yang lumayan besar, bagi kami, untuk menyewa mobil dan supir. Belum lagi biaya-biaya lainnya. Haduh, kok jadi curhat?

Oke, inilah 5 wisata Sumatera Barat yang kami kunjungi dalam sehari.

Green House Lezatta

Sebenarnya tujuan pertama kami adalah ke Kota Bukittinggi. Namun, dalam perjalanan ke sana, pak supir yang merupakan orang asli Sumatera Barat, menyarankan kami untuk mampir ke Green House Lezatta.

Green House Lezatta ini mengingatkan saya dengan tempat wisata buatan yang ada di Bandung. Daya tarik utamanya adalah spot-spot foto yang Instagram-able. HTM nya hanya Rp 15.000 aja.

Pintu masuk Green House Lezatta

Budi daya tanaman dalam wadah plastik

Rumah Barbie di Green House Lezatta

Jalan keluarnya pun cantik 🙂

Sayangnya kita gak bisa lama-lama di sana, karena harus ngejar target sampai Bukitttinggi sebelum keriangan karena khawatir akan macet, maklumlah kan pas libur lebaran. Sekitar satu jaman, kita langsung cuss ke Bukittinggi

Jam Gadang, Bukittinggi

Alhamdulillah kami sampai di Kota Bukittinggi tepat waktu. Walaupun sempat terkena macet di beberapa titik. Mungkin karena pada saat itu bertepatan dengan momen lebaran Idul Fitri. Apalagi saat sudah mulai memasuki Kota Bukittinggi itu sendiri.

Lalu lintas di sana hampir mirip seperti layaknya di kota Jakarta. Tidak seperti kampung Ayah di Batu Sangkar, suasana di Bukittinggi memang ‘kota’ banget. Ya, walaupun tidak se-modern Jakarta.

FYI, Kota Bukittinggi ini merupakan kota kelahiran salah satu Bapak Proklamator kita, yaitu Moh Hatta atau Bung Hatta. Kami sempat melewati museum-nya yang berlokasi tidak jauh dari Jam Gadang. Tapi sayangnya kami gak sempet mampir. Semoga next time deh!

Nyari lahan parkir di lokasi wisata Jam Gadang ini lumayan susah juga loh. Butuh beberapa menit buat kami sampai akhirnya bisa menemukan tempat parkir yang kosong. Itu pun, agak jauh dari lokasi Jam Gadangnya.

Suasananya Jam Gadang saat itu cukup ramai. Banyak wisatwan yang berfoto ria. Gak mau ketinggalan, kami pun langsung mengabadikan momen di depan Jam Gadang.

Kami juga sempet pake jasa tukang foto di lokasi, karena rasanya belum afdhol rasanya ke Jam Gadang kalo belum pake jasa tukang foto di sekitar lokasi hehe.

Jam Gadang Bukittinggi

 

Setelah puas foto-foto, kita menuju ke spot lain yang tidak jauh dari lokasi Jam Gadang, yaitu Janjang Ampek Puluah atau Tangga Empat Puluh.

Baca Juga : Balada Mudik ke Padang Naik Bus

Janjang Ampek Puluah

Ya, sesuai dengan namanya, Janjang Ampek Puluah ini merupakan susunan empat puluh anak tangga. Anak tangga ini diperuntukan bagi warga yang akan menuju Pasar Ateh Bukittinggi, yang memang lokasi pasarnya memang di atas (ateh).

Karena kami ke tempat ini setelah dari Jam Gadang, kami tapi tidak perlu naik Janjang Ampek Puluah tersebut.

Janjang Ampek Puluah

Janjang Ampek Puluah

Janjang Ampek Puluah ini bisa dibilang juga merupakan ciri khas kota Bukittinggi loh. Selain Jam Gadang, tentunya.

Walaupun tangga tersebut sudah keliatan kuno, tapi terlihat unik dan cantik hehe. Saya dan Mega menuruni ‘janjang’ agar bisa ambil angel foto-foto yang bagus.

Sementara Ayah dan Mama menunggu di Pasar Ateh atas, karena udah gak kuat kalau harus naik-turun tangga sebanyak itu.

Janjang Ampek Puluah

Janjang Ampek Puluah, Pasar Bukittinggi

 

Pasar Bukittinggi

Mama dan Ayah menunggu di Pasar Bukittinggi

Makan dan Jajan di Bukittinggi

Lelah dari Janjang Ampek Puluah, perut kami jadi keroncongan. Tanpa membuang waktu, kami menuju PasarBukittinggi untuk mencari restoran atau rumah makan untuk makan siang.

Namanya di Sumatera Barat, sebagian besar restoran di sini ya berupa Rumah Makan Padang kayak di Jakarta. Tapi ada menu makanan khas yang saya pribadi belum pernah nemu di Jakarta.

Saya waktu itu pesan mie tahu. Mie tahu ini terdiri dari tahu, mie, kerupuk yang disirami sambel kacang. Rasanya jangan ditanya, enaaaak bangeeeeet ya Allah. Secara saya ini penggemar segala jenis sambel kacang.

Kuliner bukittiniggi

Mie tahu khas Bukittinggi

Kami juga sempet nyobain kudapan khas Bukittinggi yang bentuknya bulat seperti bola. Kalau kata Ayah sih namanya kubang, tapi setelah saya googling namanya Sala Lauak. Gak tau deh, sama apa enggak, hehe. Begini bentuknya.
Kuliner Bukittinggi

Bola Kubang atau Sala Lauak

Tapi, ternyata kuliner khasnya gak cuma itu, dari blog Chocodilla, disebutin kalau di Bukittinggi ada pilihan minuman khas Ampiang Dadiah, yaitu minuman fermentasi dari susu kerbau, ibaratnya kayak yogurt-nya Sumatera Barat. Wah, jadi penasaran!

Setelah kenyang makan, tidak lupa kami muter-muter untuk mencari oleh-oleh khas Bukittinggi untuk dibagikan ke keluarga dan teman di Jakarta. Kami membeli kerupuk kulit, kerupuk sanjai balado, telur balado, dll.

Saat akan kembali ke parikiran mobil, ada yang menjajakan jajanan berupa kerupuk mie. Jadi jajanan ini terdiri dari kerupuk yang di atasnya dikasih bihun dan kuah.

Kuah ini sama dengan kuah yang ada di sate padang, hanya ini teksturnya lebih encer. Rasanya gurih bercampur kuahnya yang agak pedas dan creamy.

kerupuk kuah bukittinggi

Ngarai Sianok 

Letak Ngarai Sianok tidak jauh dari Jam Gadang. Hanya butuh waktu beberapa menit bagi kami untuk ke sana. Masuk ke kawasan wisata ini, mata kita langsung disuguhi panorama alam yang sangat indah.

Wisata Ngarai Sianok ini berupa sebuah lembah sempit yang dikelilingi oleh bukit-bukit bertebing curam, dengan aliran sungai kecil di tengahnya.

Wisata Ngarai Sianok ini berupa sebuah lembah curam. Menurut indonesiakaya.com, ngarai ini membentang sejauh 15 km dengan kedalaman tebing mencapai 100 meter dan lebar celah sekitar 200 meter. Waaah..

Walaupun mungkin hanya berupa ngarai, tapi masya Allah bagus banget. Saya sampai berdecak kagum karena bagusnya. Bahkan Ngarai Sianok ini mendapat julukan Grand Canyon dari Indonesia loh. Wah, bangga ya!

Indahnya Ngarai Sianok

Indahnya Ngarai Sianok

Lanskap alam Ngarai Sianok

Pemandangan alam Ngarai Sianok

Lanskap Ngarai Sianok ini dikelilingi pepohonan hijau nan asri, bikin mata saya gak mau ngedip hehe. Ditambah suara gemericik aliran air sungai yang khas alam banget, membuat kami rileks.

Sungai kecil di Ngarai Sianok

Sungai kecil di Ngarai Sianok

Baca Juga : Bukit Sikunir, Lokasi Berburu Sunrise di Negeri Atas Awan

Air Terjun Lembah Anai

Air Terjun Lembah Anai terletak di Kabupaten Tanah Datar. Lokasinya cukup jauh dari Bukittinggi, kira-kira 2-3 jam perjalanan. Kami bahkan sempat terjebak macet dalam perjalanan ke sana, terutama di kawasan Padang Panjang.

Kami sampai merasa bete juga, karena sudahlah macet, panas matahari dan merasa kayak “kok ini gak sampe-sampe ya?”

Sekitar pukul 15.00 kami baru tiba di Air Terjun Lembah Anai. Eits, tapi sebelum langsung masuk ke lokasi wisatanya, kami menuju masjid terdekat dulu untuk sholat Dzuhur sekaligus Ashar.

Lokasi masjidnya persis diseberang Lembah Anai. Untuk ke masjid, kami berjalan kaki dengan menyusuri rel kereta api yang sudah tidak terpakai lagi.

Sementara dari kejauhan air terjun Lembah Anai udah terlihat dan suara deburan air yang jatuh terdengar jelas, bahkan dari jarak sekian meter. Duh, jadi gak sabar ke sana!

lembah-anai-sumatera-barat

Lembah Anai dari kejauhan

Selesai sholat, kami langsung menyebrang ke Lembah Anai. Lagi-lagi, Lembah Anai penuh dengan wisatawan, jadi kami tidak bisa terlalu menikmatinya hiks.

Untuk berfoto saja, kami harus mengantri bergantian dengan pengunjung lain di spot tertentu. Bahkan kalau misal kami terlalu lama di spot tersebut, kami bisa langsung ditegur, walaupun masih dalam bahasa yang santun.

lembah-anai-sumatera-barat

Hanya bisa foto dari jauh di Lembah Anai

Air dari aliran air terjun Lembah Anai ini sangat bersih dan jernih. Melihatnya saja bikin saya jadi ingin berenang. Tapi tentu tidak memungkinkan karena terlalu banyak orang dan kami juga tidak punya banyak waktu untuk itu. Maybe next time, sama suami, aamiin.

Lihat airnya yang jernih begitu, rasanya pengen nyebur deh hehe

Baca Juga : Puncak Becici Yogyakarta: Bukan Sekedar Hutan Pinus

Desa Pariangan atau Nagari Pariangan 

Destinasi wisata terakhir kami adalah Desa Pariangan atau Nagari Pariangan, yang letaknya di Kabupaten Tanah Datar. Memang secara lokasi mungkin tidak jauh dari Air Terjun Lembah Anai tadi, tapi karena lalu lintas yang kurang lancar, jadi butuh waktu agak lama untuk sampai di sana.

Selama di perjalanan kami harap-harap cemas, khawatir kalau-kalau saat sampai sana, matahari sudah keburu terbenam dan gelam, sehingga tidak bisa menikmati keindahan alamnya.

Bagi yang belum tahu, Nagari Pariangan ini pernah masuk sebagai salah satu dari desa terindah di dunia loh! Daftar ini versi majalah Travel Budget—salah satu majalah pariwisata terbitan New York, yang mana desa ini disandingkan dengan desa lain di dunia, seperti Wengen di Swiss, Eze di Prancis, Niagara on The Lake di Kanada dan Cesky Krumlov di Ceko. Waaah, bangga ya!

Desanya sendiri terletak tepat di bawah kaki gunung Marapi. Jadi wilayahnya termasuk dataran tinggi, yang mana kita harus melewati jalan menanjak untuk sampai ke sana.

Sepanjang perjalanan dari gerbang bawah menuju Desa Pariangan sangatlah indah. Sawah luas dan hijau terbentang di kanan dan kiri sisi jalan. Masya Allah..

Bersyukur sampai di sana hari belum gelap, kami langsung menuju salah satu spot di sana. Saya dan Mega segera berfoto ria karena sayangnya waktu sudah mepet dan hari akan mulai gelap.

Sementara Mama dan Ayah duduk sembari menikmati kopi susu dan pisang goreng hangat. Nikmatnya..

Desa-pariangan-sumatera-barat

Menikmati kopi kawa dan pisang goreng

Desa-pariangan-sumatera-barat

Kopi kawa khas Desa Pariangan, kopi di batok kelapa

Sebenarnya masih ada beberapa spot menarik lainnya di desa ini, tapi berhubung kami datangnya telat dan hari mulai gelap, jadilah kami hanya bisa stay di spot ini saja. Saat googling, ada banyak rumah Gadang di sini, sayang sekali kami tidak bisa melihatnya.

Desa-pariangan-sumatera-barat

Pemandangan dari atas

Tidak lama kemudian adzan sholat Maghrib berkumandang dan hari sudah sangat gelap. Kami langsung menuju masjid tidak jauh dari sana untuk sholat. Selepas sholat, kami segera siap-siap untuk pulang.

Makan Malam di Pinggir Jalan

Sebelum melanjutkan perjalanan pulang, kami singgah terlebih dahulu ke salah satu rumah makan yang terletak tidak jauh dari Desa Pariangan untuk makan malam. Lokasi rumah makannya ada di pinggir jalan.

Makan malam tersebut menandai selesainya perjalanan kami mengunjungi 5 tempat wisata di Sumatera Barat dalam sehari ini. Senang dan capek bercampur selama perjalanan.

Penutup

Marathon ke-5 tempat wisata dalam waktu satu hari mungkin memang tidak memuaskan.Karena hanya ada sedikit waktu untuk menikmati lokasi wisata yang dikungjungi. Belum lagi ada rasa lelah karena harus berpindah dari satu lokasi wisata ke lokasi wisata yang lain.

Namun, tentu tidak ada salahnya bagi orang yang tidak memiliki banyak waktu untuk berlama-lama singgah di suatu daerah. Atau orang yang belum puas kalau belum mengunjungi semua tempat wisata yang ada, seperti kami ini, hehe.

Kami tetap berharap suatu saat nanti bisa mengunjungi tempat wisata tersebut kembali dengan waktu yang senggang, tidak terbutu-buru dan tidak saat peak season.

Berharap juga nantinya bisa mengunjungi tempat wisata Sumatera Barat lainnya yang tidak kalah menarik bersama keluarga tercinta. Aaamiin.

About The Author

Fitri Apriyani

You may also like