Matchadreamy

Weekend Singkat dan Berkesan di Kota Tua Jakarta

Fitri Apriyani
Fitri Apriyani
Saat ingin sekali berwisata di akhir pekan, tapi gak mau jauh-jauh. Berwisata ke Kota Tua Jakarta bisa jadi pilihan yang tepat nih buat kamu.

Menghabiskan weekend di Jakarta, gak melulu harus ke mall atau coffee shop kekinian. Jika ingin weekend yang santai dengan berwisata ke tempat yang tidak jauh dari pusat kota Jakarta, wisata ke Kota Tua Jakarta merupakan alternatif terbaik yang bisa dipilih, sebagaimana yang pengalaman saya dan suami menghabiskan weekend kemarin. 

Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 09.00 dengan sepeda motor. Karena rumah kami di Jakarta Barat dan saat itu hari Minggu (sehingga jalanan lancar jaya), hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam bagi kami untuk sampai di sana.

Ini pertama kalinya saya ke Kota Tua Jakarta dengan naik sepeda motor, biasanya bersama teman naik busway atau taksi online. Sehingga saat itu saya agak kebingungan mencari tempat parkir. Ada sih parkir liar di pinggir jalan, cuma kami meragukan keamanannya.

Untungnya tidak jauh kemudian kami menemukan tempat parkir Gedung Kantor Pos yang lebih aman. Dari sana, kami hanya perlu berjalan beberapa meter untuk memasuki kawasan Kota Tua.

Baca Juga : Menikmati Gemiricik Air Sungai di Ledok Sambi, Yogyakarta

SUASANA KOTA TUA JAKARTA SELAMA PANDEMI 

Suasana Kota Tua Jakarta

Wisatawan hanya boleh berdiri dan duduk di pinggir lapangan

Bisa dibilang suasananya tidak sepi tapi juga tidak seramai sebelum pandemi Covid 19. Seperti biasa, kebanyakan pengunjung adalah kelompok abege atau pasangan muda seperti saya dan suami, hehe.

Sayangnya pengunjung dilarang untuk memasuki Taman Fatahillah atau berupa area lapangan di depan Museum Fatahillah, yang biasanya merupakan tempat pengunjung bisa berkegiatan seperti naik sepeda, duduk-duduk santai, foto-foto, dlsb.

Pengunjung hanya diperbolehkan berdiri di pinggir Taman Fatahillah, dan jika masih ada yang ngeyel melewati batas yang diperbolehkan, petugas akan langsung menegur dan menyuruh untuk keluar area Taman Fatahillah.

Foto Taman Fatahillah

Taman Fatahillah dari jendela Museum Sejarah Jakarta

Bagusnya, sudah tidak ada lagi penjaja makanan yang diperbolehkan masuk ke wilayah Kota Tua, sehingga area wisata ini jadi lebih bersih dan tidak terlalu sumpek. Namun masih dapat ditemukan orang yang memainkan musik (bisa dibilang pengamen, tapi lebih keren) dan juga beberapa orang dengan menggunakan kostum tertentu yang bisa diajak foto bersama dengan imbalan seikhlasnya.

Baca Juga : Telaga Kumpe : Keindahan Alam Tersembunyi di Banyumas

BELAJAR PRA-SEJARAH DAN SEJARAH DI MUSEUM FATAHILLAH

Bosan duduk-duduk di pinggir lapangan, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sekitar Kota Tua. Saat melewati Museum Fatahillah, suami tertarik untuk masuk. Awalnya saya malas, karena sudah pernah ke sana, namun kemudian menyetujuinya.

Saat akan masuk, kami diwajibkan membayar karcis menggunakan kartu Jak Card, tidak boleh pakai cash atau debit. Bagi yang tidak punya kartu tersebut, bisa membelinya di loket dengan harga Rp 35.000 dengan saldo Rp 20.000. Sedangkan untuk harga tiket masuk museumnya sendiri sebesar Rp 10.000.

Masuk Museum Sejarah Jakarta harus pakai Kartu Jak Card sebagai tiket

Kartu pengunjung dan kartu masuk museum

Dikutip dari situs Sejarah Lengkap, Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta, dulunya merupakan Kantor Balai Kota Batavia. Makanya bangunan museum ini bergaya neo klasik yang didesain mirip dengan Istana Dam di Amsterdam.

Saat itu pengunjung sangat sepi. Kadang di dalam ruangan hanya ada saya dan suami saja. Bagusnya, kami jadi lebih leluasa mendalami sejarah di museum ini. Sekaligus melihat benda-benda peninggalan sejarah yang ikonik dan unik, seperti aneka furnitur yang terbuat dari kayu jati yang sepertinya memang merupakan bagian dari Kantor Balai Kota Batavia dulu.

Ada contoh pernak-pernik perhiasan yang biasa dipakai pengantin betawi, ada juga alat pencetak makanan tradisional. Tidak lupa lukisan-lukisan pejabat VOC jaman dulu serta foto-foto yang menggambarkan suasana sekitar Kota Tua tempo doeloe dan masa kini.

Pengunjung bisa langsung tahu sejarah dari benda-benda tersebut dengan membaca tulisan yang telah disediakan di dekatnya. Tidak seperti wisata sejarah lainnya di Cilacap, yakni Benteng Pendem, yang mana pengunjung seperti hanya disuruh ‘tebak-tebakan’ tentang sejarah dari tiap bangunan yang ada.

Museum Fatahilla Museum sejarah jakarta

Menilik sejarah di Museum Fatahillah Museum sejarah jakarta

 

Oiya, di dalam museum ini kita tidak hanya belajar tentang sejarah Jakarta, tapi juga sejarah lain seperti tentang jaman prasejarah, prasasti kerajaan Tarumanegara, Pangeran Diponegoro, dll.

Belajar lagi Sejarah dan Pra-Sejarah

 

Puas mengeksplor semua ruangan di dalam museum, saatnya kami beranjak ke spot lain di luar museum, yaitu Penjara Bawah Tanah, hiiii! Eits, tapi gak seserem penjara di Benteng Pendem kok!

Karena keadaan Penjara Bawah Tanah di sini tidak terlalu gelap dan lembab. Saya pun berani ikutan suami masuk ke dalam ruangannya. Berani kan saya? Hehe. Di spot ini malah termasuk instagramable menurut saya. Kami pun langsung berfoto-ria.

Spot Penjara Bawah tanah di museum sejarah jakarta kota tua

Beberapa spot sekitar penjara bawah tanah

MENCOBA KULINER KHAS JAKARTA

Sudah hampir tengah hari, perut kami pun mulai keroncongan. Kami tertarik mencoba kuliner Jakarta di dalam Museum Fatahillah ini, yang letaknya tidak jauh dari spot Penjara Bawah Tanah. Ada kerak telor, tahu gejrot dan es selendang mayang.

Tanpa ragu, kami memesan dua porsi kerak telor untuk mengganjal perut. Harganya pun masih terbilang worth it yaitu Rp 20.000 jika pakai telor ayam dan Rp 25.000 untuk telor bebek. Untuk minumannya kami pesan es selendang mayang dengan harga Rp 8.000/cup.

kerak telor di kota tua jakarta

Satu porsi kerak telor

 
Es selendang mayang di kota tua jakarta

Es Selendang Mayang yang menyegarkan di tengah hari

Kami makan di semacam meja dan kursi taman yang ada di taman kecil di dekat Penjara Bawah Tanah. Ada pohon rindang di dekat kami, sehingga suasana menjadi adem dan sejuk. Untungnya lagi-lagi, tidak banyak pengunjung, sehingga hanya kami berdua saja di meja tersebut.

Lengkap sudah wisata singkat kami kala itu. Belajar sejarah Jakarta dan menyicip kuliner khas Jakarta. Next wisata Jakarta apa lagi ya yang menarik untuk dikunjungi?

About The Author

Fitri Apriyani

You may also like