Matchadreamy

Fakta Pentingnya Imunisasi Bagi Kesehatan Anak

Fitri Apriyani
Fitri Apriyani
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satunya caranya dengan pemberian imunisasi lengkap untuk kesehatan.

Pada tahun 2021 lalu viral unggahan seorang ibu yang bercerita tentang bayinya yang terinfeksi penyakit TBC diduga akibat dicium oleh orang lain. — Health.detik.com

Penyakit ini baru diketahui setelah sang ibu merasa anaknya terlalu kurus di usia satu tahun lebih.

Setelah diperiksa ke dokter, ternyata sang anak sudah terinfeksi TBC.

Sempat merasa kaget karena yakin di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang memiliki riwayat TBC, nyatanya menurut informasi dari dokter yang memeriksa, kota tempat tinggalnya angka penderita TBC memang tinggi.

Setelah dikonfirmasi ke mertua sang ibu, baru diketahui fakta bahwa di keluarga besar dan tetangga mereka ada yang punya riwayat sakit TBC. Bahkan ada juga yang pengobatannya tidak tuntas.

Ia menduga bahwa bayinya tertular TBC ketika kerap dicium oleh orang lain.

Pentingnya Imunisasi untuk Mencegah Penyakit Berbahaya

Hati ibu mana yang tidak miris mengetahui anak bayinya terkena penyakit berbahaya seperti TBC?

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Ibu tersebut mau tidak mau harus menjalani proses pengobatan penyakit TBC yang memakan waktu tidak sebentar.

Dari kasus di atas, saya pribadi jadi sadar betapa pentingnya memberikan anak imunisasi BCG untuk mencegah terinfeksi penyakit TBC dari orang dewasa di sekitarnya.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh dr. Raihan, Sp.A(K) pada event Pekan Imunisasi Dunia 2023 #PID yang diselenggarakan pada tanggal 20 Maret 2023 lalu, bahwa TBC merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

pentingnya imunisasi tbc

Sumber: dr. Raihan, Sp.A(K)

Pemberian #imunisasi demi pencegahan tentu jauh lebih baik daripada penderitaan yang dirasakan anak jika sudah terkena penyakitnya.

Belum lagi pengobatan sakit TBC tidak memakan waktu yang sebentar.

Dibutuhkan setidaknya enam bulan pengobatan rutin dan tuntas bagi pasien. Jika terlewatkan atau menyerah di tengah jalan masa pengobatan, penyakit TBC ini tidak akan sembuh dan terus merongrong kesehatan si penderita.

Sayangnya, tidak hanya penyakit TBC, ada beberapa penyakit berbahaya lain yang mengancam anak dan dewasa.

Contohnya seperti campak polio, hepatitis B, TB, difteria, tetanus, dan lain-lain atau yang tergolong dalam Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Mengenal Bahaya Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

Tak kenal maka tak waspada.

Plesetan dari pepatah tersebut mungkin cocok untuk menggambarkan sebagian masyarakat yang masih acuh akan pentingnya imunisasi atau vaksin demi pencegahan tertular PD3I.

PD3I mencakup penyakit berbahaya, fatal, dan mematikan pada bayi dan anak yang bisa dicegah dengan imunisasi.

Berikut beberapa contoh yang termasuk ke dalam PD3I dan bahayanya bagi si penderita:

penyakit berbahaya pd3i

Sumber: dr. Raihan, Sp.A(K)

Ancaman bahaya PD3I tersebut ada di mana-mana dan dapat menyerang siapa saja, terutama anak-anak.

Saya pribadi langsung bergidik ngeri sekaligus iba melihat potret anak-anak malang yang terkena penyakit-penyakit berbahaya tersebut.

Untuk itu selain tetap menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, masyarakat juga perlu melakukan imunisasi rutin dan lengkap sesuai program yang telah dirancang oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI.

Lantas, apa sebenarnya pengertian imunisasi dan bagaimana imunisasi dapat melindungi masyarakat dari penyakit berbahaya tersebut?

Pengertian, Manfaat, dan Tujuan Imunisasi yang Perlu Kita Tahu

Dr. Sulistya Widada, Direktorat Pengelolaan Imunisasi, Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI, pada event Pekan Imunisasi Dunia 2023 lalu menjelaskan bahwa:

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga jika suatu saat terkena penyakit tersebut, pasien tidak akan sakit atau hanya mengalami penyakit yang ringan.

Ketika sebagian besar masyarakat divaksinasi, maka kemampuan pantogen untuk menyebar sangat terbatas dan kelompok yang tidak diimunisasi tetap sehat.

Jika banyak masyarakat yang telah kebal, maka hal ini akan memutus rantai penularan kepada kelompok yang tidak dapat diimunisasi. Misalnya bayi kecil, lansia dan penderita imunokompromais.

Hal tersebut juga akan membentuk herd atau indirect atau herd immunity atau kekebalan komunitas.

Berikut ilustrasinya.

bagaimana imunisasi bekerja

Sumber: dr. Raihan, Sp.A(K)

Selain itu, imunisasi secara keseluruhan memiliki tujuan berupa:

  • Upaya mencapai eradikasi dan mengurangi infeksi berat yang menimbulkan kematian dan kecacatan.

Imunisasi memberikan kekebalan spesifik pada anak tanpa anak harus menderita sakit dahulu, memutus mata rantai penularan penyakit, mengurangi infeksi berat yang menimbulkan kecacatan dan kematian.

  • Kajian farmakoekonomi mengenai cost saving atau cost effective

Studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan hasil atau konsekuensi dari suatu pengobatan (farmakoekonomi) menunjukkan bahwa biaya pemberian imunisasi lengkap kepada masyarakat untuk mencegah PD3I cenderung lebih rendah daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan.

Hal ini menunjukkan bahwa imunisasi dapat memberikan dampak cost effective dari segi ekonomi.

  • Mencegah kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh PD3I

Imunisasi dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan dari PD3I berupa kecacatan hingga kematian.

  • Merupakan investasi masa depan

Cakupan imunisasi yang tinggi akan melindungi masyarakat, sehingga anak-anak tetap sehat, tumbuh kembang dengan baik, bisa bermain dan bersekolah untuk mencapai cita-citanya.

Transformasi Imunisasi Dasar Lengkap ke Imunisasi Rutin Lengkap

Mengingat tujuan dan pentingnya imunisasi bagi masa depan bangsa dan negara, Kementrian Kesehatan RI telah berupaya menggenjot capaian anak yang diimunisasi melalui program Bulan Imunisasi Anak Nasional atau BIAN.

Apalagi sejak pandemi yang terjadi thn 2020-2021 telah menurunkan angka anak yg diimunisasi secara signifikan, dengan jumah anak yang tidak diimunisasi mencapai 400rb anak.

Fakta bahwa Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada anak belum cukup memberikan perlindungan optimal terhadap PD3I karena beberapa antigen memerlukan booster atau pemberian dosis lanjutan pada usia 18 bulan, usia anak sekolah (BIAS) dan usia dewasa, terutama wanita usia subur (WUS).

Pada kesempatan yang sama, dr. Sulistya Widada mengatakan bahwa perubahan paradigma perlu dikenalkan kepada masyarakat bahwa pemberian imunisasi pada anak tidak berhenti pada IDL saja, tapi juga harus berlanjut pada dosis imunisasi lanjutan secara rutin atau disebut dengan  Imunisasi Rutin Lengkap (IRL).

Berikut tahapan pemberian imunisasi pada anak dari IDL ke IRL.

imunisasi dasar lengkap

Sumber: dr. Sulistya Widada, Direktorat Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P, Kemenkes RI

Apa yang akan terjadi jika anak tidak mendapatkan imunisasi rutin lengkap?

Peran orangtua dan masyarakat sangat penting untuk menyukseskan program imunisasi pemerintah melalui BIAN maupun BIAS.

Pasalnya anak yang tidak diimunisasi lengkap, maka tidak memiliki kekebalan sempurna terhadap penyakit-penyakit berbahaya sehingga meningkatkan resiko mudah tertular penyakit, menderita sakit berat, menderita cacat, bahkan meninggal dunia.

Selain itu, mereka juga dapat menjadi sumber penularan penyakit bagi orang lain.

Dan akumulasi anak yang tidak mendapat imunisasi rutin lengkap, akan mengakibatkan tidak terbentuknya kekebalan kelompok atau herd immunity seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Pada skala besar, tidak terbentuknya herd immunity dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa PD3I (KLB PD3I).

Dikutip dari situs Antara News, tercatat 12 provinsi yang mengeluarkan pernyataan KLB Campak, seperti beberapa di antaranya Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua.

Program Imunisasi Nasional

Program imunisasi nasional adalah suatu program yang diselenggarakan oleh pemerintah suatu negara untuk memberikan vaksinasi atau imunisasi secara massal dan terorganisir dengan tujuan untuk mencegah PD3I.

Jenis vaksin yang masuk ke dalam program imunisasi yang diintroduksi secara nasional saat ini semakin banyak, antara lain Hepatitis B, BCG, DPT-HB-Hib, Polio Tetes (Oral Polio Vaccine/OPV), Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV), Campak Rubela, Difteri Tetanus (DT) dan Tetanus Difteri (Td).

Setiap bayi dan anak disarankan mengikuti program ini. Namun, pemberian vaksin tentu harus bertahap dan sesuai yang telah disusun oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian Kesehatan RI.

Tahapan usia dan jenis imunisasi yang diberikan bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

program imunisasi nasional

Sumber: dr. Sulistya Widada, Direktorat Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P, Kemenkes RI

Pekan Imunisasi Dunia Menampik Hoax dan Mitos Seputar Imunisasi

Teman-teman mungkin pernah atau sering mendengar hoax yang beredar di kalangan masyarakat seputar imunisasi, mulai dari isu bahwa imunisasi tidak aman bagi tubuh, menimbulkan efek tertentu, dan lain sebagainya.

Belum lagi tentang mitos ini-itu, yang berlandaskan agama tertentu, yang membuat sebagian orang jadi mengurungkan niatnya untuk imunisasi.

Maraknya hoax dan mitos yang beredar ini sebetulnya sangat merugikan loh, karena dapat menyebabkan tidak tercapainya target cakupan imunisasi.

Jika banyak orangtua yang enggan mengikutsertakan anaknya ke program imunisasi, ancaman KLB PD3I bisa jadi kenyataan.

Tapi, sebenarnya imunisasi itu aman tidak ya bagi tubuh?

Masih di event Pekan Imunisasi Dunia 2023 #PID, dr. Dina Muktiarti selaku Komnas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Kemenkes RI, mengimbau masyarakat agar tidak perlu takut melakukan imunisasi, sebab vaksin yang digunakan dalam program imunisasi dijamin aman.

Pasalnya, WHO (World Health Organization) atau organisasi kesehatan dunia dan partners telah membuat kesepakatan global pada tahun 2011 dengan mengembangkan dokumen strategi keamanan vaksin bernama The Global Safety Blueprint.

Dokumen ini menetapkan indikator yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua negara memiliki setidaknya kapasitas minimum untuk memastikan keamanan vaksin.

Jadi, tidak hanya oleh Indonesia, keamanan vaksin juga telah dijamin oleh organisasi global WHO.

Nah, kalau sudah dijawab oleh ahlinya, seharusnya sudah tidak perlu ada lagi keragu-raguan mengikuti program imunisasi dari pemerintah.

Selain itu dr. Raihan, Sp.A(K) juga menambahkan meminta peserta yang hadir untuk berperan dalam mengedukasi masyarakat agar mau mengikuti program #imunisasi lengkap dan rutin.

Bila perlu, dapat menggandeng tokoh masyarakat atau tokoh agama untuk mengimbau dan mengedukasi untuk menyukseskan program imunisasi nasional demi kesehatan bersama.

Mengupas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)

Kalau memang vaksin aman, mengapa banyak gejala yang timbul setelahnya?

Pertanyaan tersebut juga mungkin masih menghantui bagi masyarakat yang ragu dengan keamanan vaksin.

Dr. Dina Muktiarti melanjutkan bahwa gejala tersebut termasuk KIPI atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, yang merupakan semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan diduga berhubungan dengan imunisasi.

KIPI ini dapat berupa gejala, tanda, hasil pemeriksaan laboratorium atau penyakit.

Tidak perlu takut dengan KIPI, sebab biasanya akan dilakukan pemantauan terhadap efek simpang pada setiap pasien imunisasi.

Misalnya setelah melakukan imunisasi, pasien diminta menunggu selama 30 menit untuk memantau apakah ada gejala-gejala yang timbul.

Jika tidak ada, maka pasien akan dipersilakan untuk pulang.

Dan jika ternyata mengalami KIPI, dokter atau tenaga medis akan memeriksa dan menentukan apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin.

Selanjutnya dokter dan tenaga medis akan melakukan deteksi dini (pelaporan dan investigasi), merespon cepat dan tepat, melakukan tindak lanjut, dan evaluasi.

Jenis-jenis KIPI

Ada dua jenis KIPI yang dapat dialami oleh pasien imunisasi, yaitu:

  • NON SERIUS : Kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial kesehatan pada penerima imunisasi.
  • SERIUS : Kejadian medik setelah imunisasi yang menyebabkan rawat inap, kecacatan, dan kematian, serta yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

Setelah diperiksan dan pasien mengalami KIPI non serius, biasanya akan dipersilakan untuk pulang.

Bagi pasien dengan KIPI serius, akan ditindaklanjuti oleh dokter dan tenaga medis yang bertanggung jawab.

Namun, jika ternyata pasien baru mengalami KIPI serius ini saat sudah berada di rumah atau di luar tempat imunisasi, maka pasien dapat melakukan pelaporan KIPI serius tersebut ke fasilitas kesehatan terdekat.

Alur Pelaporan KIPI Serius

Dari pelaporan pasien tersebut, KIPI serius akan diteruskan hingga ke Menteri Kesehatan.

alur pelaporan kipi serius imunisasi

Sumber: dr. Dina Muktiarti, Komnas PP KIPI

Tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi

Namun, perlu diperhatikan juga bahwa tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi.

Misalnya, seorang pasien yang jarinya berdarah setelah diimunisasi. Setelah ditelusuri ternyata jari pasien tersebut terkena pisau dapur saat mengiris bawang.

Terkesan sepele ya? Tapi hal tersebut penting untuk ditelusuri ke akar-akarnya, agar tidak ada prasangka tidak benar terhadap imunisasi yang diberikan.

Dr. Dina Muktiarti menyebutkan lima reaksi yang mungkin terjadi setelah imunisasi:

  • Reaksi yang terkait kandungan produk vaksin (Vaccine ProductRelated Reaction)
  • Reaksi yang terkait cacat mutu vaksin (Vaccine quality defect-related reaction)
  • Reaksi yang terkait kekeliruan prosedur imunisasi (Immunization errorrelated reaction)
  • Reaksi kecemasan terkait imunisasi (Immunization anxiety-related reaction)
  • Kejadian koinsiden (Coincidental event)

Bagaimana dengan Anak dengan Imunokompromais?

Tidak semua anak tumbuh dengan sehat dan normal. Ada beberapa anak yang menderita imunokompromais, yaitu:

Suatu keadaan saat terdapat kelainan pada fungsi normal sistem kekebalan tubuh, menyebabkan anak lebih rentan terhadap suatu infeksi.

Mendapatkan imunisasi merupakan hak setiap anak, termasuk pada anak dengan imunokompromais.

Apalagi anak dengan imunokompromais lebih rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan memiliki luaran yang lebih parah.

Meskipun respons imunitas terhadap imunisasi lebih kecil dibandingkan dengan anak yang sehat, namun manfaat imunisasi masih tetap diperoleh dan memiliki manfaat yang sama.

Namun, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan terkait pemberian imunisasi terhadap anak dengan imunokompromais.

Di antaranya fakta bahwa tidak semua jenis vaksin dapat diberikan kepada mereka. Berikut catatan singkat dari dr. Dina Muktiarti.

Sumber: dr. Dina Muktiarti, Komnas PP KIPI

Sumber: dr. Dina Muktiarti, Komnas PP KIPI

Pada anak dengan kondisi penyakit yang tidak memungkinkan diberikan vaksin atau pemberian vaksin ditunda, maka orang yang berada dalam satu rumah dengan anak tersebut harus mendapat vaksin lengkap.

Jadwal dan Tempat Pelayanan Imunisasi

Sekarang sudah paham kan pentingnya imunisasi bagi kesehatan?

Tidak ada kata terlambat untuk mulai mengikuti program imunisasi bagi baduta anak usia sekolah yang diadakan oleh Kementrian Kesehatan RI.

Kita bisa membawa bayi dan anak ke tempat-tempat pelayanan imunisasi, yaitu:

  • Fasilitas Kesehatan pemerintah (RS, Puskesmas)
  • Fasilitas Kesehatan Swasta pemberi layanan imunisasi (bidan praktek, dokter praktek, RS, Klinik)
  • Posyandu dan pos imunisasi lainnya

Khusus anak usia sekolah, pemerintah telah membuat program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), yang merupakan program pemberian imunisasi jenis tertentu pada bulan-bulan tertenu.

bulan imunisasi anak sekolah

Sumber: dr. Sulistya Widada, Direktorat Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P, Kemenkes RI

Bisa dilihat selengkapnya pada gambar di bawah ini.

Ayo, Lindungi Diri dengan Imunisasi!

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik. Bisa bermain dan bersekolah untuk mencapai cita-citanya.

Pemberian imunisasi pada anak merupakan bentuk pemenuhan haknya untuk hidup dengan sehat tanpa harus menderita terkena penyakit-penyakit berbahaya dan fatal yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian.

Imunisasi memberikan kekebalan spesifik pada anak tanpa anak harus menderita sakit dahulu, memutus mata rantai penularan penyakit, mengurangi infeksi berat yang menimbulkan kecacatan dan kematian.

Untuk itu sebelum terlambat, segera penuhi hak anak dengan ikut serta dalam program imunisasi yang diadakan oleh pemerintah.

Mencegah lebih baik daripada mengobati.

Ayo lindungi diri, keluarga dan masyarakat dengan imunisasi lengkap!

*****

Sumber referensi:

  • Kementrian Kesehatan RI
  • https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5520531/viral-cerita-bayi-kena-tbc-diduga-karena-dicium-orang-lain
  • https://www.antaranews.com/berita/3410505/guru-besar-ui-soroti-kasus-penyakit-pd3i-yang-jadi-klb

 

About The Author

Fitri Apriyani

You may also like